03 Nov, 2025

Komitmen Pencapaian Target Net Zero Emission Visi...

Komitmen Pencapaian Target Net Zero Emission Visi Misi

  • Percepatan pencapaian komitmen terhadap target pembangunan berkelanjutan termasuk percepatan pencapaian target Net Zero emisi GRK akan dilaksanakan. Mengupayakan penurunan jejak karbon (carbon footprint) dan jejak air (water footprint) untuk berbagai produk. Selain itu, pemanfaatan bioplastik dalam kehidupan sehari-hari (hal. 34)
  • Akselerasi rencana dekarbonisasi untuk mencapai target Net Zero Emission. (hal. 46)
  • Mengembangkan ekosistem yang terus mengakselerasi pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam yang berkaitan dengan carbon sink dan carbon offset untuk mengakselerasi target Net Zero Emission dan memanfaatkan kesempatan dari ekonomi hijau. (hal. 46)
  Analisis Janji untuk melakukan akselerasi dekarbonisasi dari Prabowo – Gibran ini bersifat sangat umum dan tidak menunjukkan pemahaman terhadap isu NZE. Karena, hingga hari ini belum ada sebuah rencana yang jelas dan terukur dari Pemerintah terkait dengan skenario dekarbonisasi nasional di semua sektor. Skenario yang saat ini telah disusun dan dapat diakses publik masih terbatas pada sektor FOLU sedangkan di sektor energi sudah ada peta jalan NZE sektor energi berdasarkan pemodelan International Energy Agency (IEA) (Dirjen EBTKE, 2022), namun belum jelas adopsi resminya ke dalam kebijakan maupun peraturan Indonesia. Sehingga, bagaimana mungkin akselerasi bisa dilakukan ketika rencananya pun belum disiapkan secara utuh dan terintegrasi antar sektor. Hal menarik lainnya adalah terkait dengan pencemaran bioplastik dan menekankan pada water footprint (jejak pencemaran/pemanfaatan air). Namun tidak menyebutkan langkah untuk pengurangan bioplastik dengan menerapkan extended producer responsibility (EPR). Di mana ini merupakan kebijakan yang mewajibkan setiap produsen untuk mengelola dan mengurangi dampak lingkungan dari produk mereka sepanjang siklus hidup produk, termasuk akhir dari masa pakainya. Sedangkan terkait dengan water footprint, pasangan ini tidak mengarah kepada konservasi air. Melainkan justru mengeluarkan sebuah pernyataan yang sangat bertentangan. “Saya sudah peringatkan juga Unhan RI untuk melakukan riset tentang tidak hanya mencari (sumber) air yang sekarang kita kenal berada di darat…Tapi cari juga sumber-sumber air di tempat lain (seperti) di lepas pantai, atau sungai-sungai yang ada di bawah tanah”, Pernyataan ini berakibat pada tekanan yang lebih besar lagi pada sumber-sumber air. Artinya, Prabowo – Gibran tidak memahami sebetulnya apa yang perlu dilakukan untuk mengukur dan menurunkan water footprint.  Ambisi dari Prabowo – Gibran dalam konteks perdagangan karbon sangat jelas tersurat. Namun, tidak nampak sebuah pemahaman yang kuat terkait dengan tantangan pasar karbon di Indonesia, khususnya terkait carbon offset. Setidaknya poin krusial dalam perdagangan karbon yang tidak tersentuh adalah soal kerangka pengaman, transparansi, dan akuntabilitas dari pasar karbon. Tanpa memperhatikan aspek tersebut, mustahil untuk mengharapkan pasar karbon akan efektif untuk menurunkan emisi.  Secara garis besar, melihat pada visi misi Prabowo – Gibran dalam konteks Net Zero Emission. Masih terdapat banyak inkonsistensi yang terjadi dan belum menunjukan adanya janji yang koheren untuk mencapai komitmen iklim Indonesia. Selain ancaman itu, Prabowo – Gibran juga alpa menjamin pencapaian target NZE tidak menimbulkan korban baru seperti masyarakat adat dan lokal yang kehilangan wilayah kelola, tempat tinggal, atau sumber penghidupannya.
  • Transisi Energi
Visi Misi
  • Phase Out Batubara: Melanjutkan program mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Coal-Fired Power Plant Retirement) dengan berdasarkan pada asas keadilan dan keberimbangan (hal. 47)
  • Diversifikasi Energi dan Energi Baru Terbarukan (EBT): (1) Mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus menjadikan Indonesia sebagai raja energi hijau dunia (super power) dalam bidang energi baru dan terbarukan (renewables) dan energi berbasis bahan baku nabati (bioenergy). (hal. 45), (2) Pada tahun 2029 dengan sumber daya alam yang ada, sangat optimis program biodiesel B50 dan campuran etanol E10* (hal. 29), (3) Melanjutkan program biodiesel dan bio-avtur dari kelapa sawit. (hal. 47), (4) Mengembangkan bioetanol dari singkong dan tebu,* (hal. 47), (5) Merevitalisasi dan membangun sebagian besar hutan rusak dan tidak termanfaatkan menjadi lahan untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa, dan bahan baku bioetanol lainnya* (hal. 43), (6) Mengembangkan sumber energi hijau alternatif, terutama energi air, angin, matahari, dan panas bumi. (hal. 47)
  • Insentif untuk Akselerasi EBT: (1) Memperbaiki skema insentif untuk mendorong aktivitas temuan cadangan sumber energi baru untuk meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi nasional. (hal. 45), (2) Merevisi semua tata aturan yang menghambat untuk meningkatkan investasi baru di sektor energi baru dan terbarukan (EBT). (hal. 45)
  Analisis Dalam visi ekonomi hijau yang dijanjikan oleh Prabowo – Gibran, mereka berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan satwa dan tumbuhan langka, endemik, dan terancam punah. Komitmen ini mencakup penghentian perdagangan satwa liar dan tumbuhan langka, upaya konservasi, perlindungan genetik, serta pelestarian habitat dan ekosistem. Meskipun demikian, dalam konteks pengembangan bioenergi seperti biodiesel dan bioetanol, pasangan ini lebih memprioritaskan bahan dasar generasi pertama seperti sawit, tebu, dan singkong. Perlu dicatat bahwa komoditas perkebunan tersebut telah terbukti mengancam ekosistem hutan, yang notabene merupakan habitat bagi tumbuhan dan satwa. Jika tidak disertai dengan kerangka pengaman yang kuat, perencanaan terpadu hulu-hilir, dan perbaikan tata kelola, target biodiesel B50 yang bersumber dari sawit dan ambisi untuk mencapai Etanol 10 pada 2029 juga dikhawatirkan akan memberi tekanan baru terhadap hutan di Indonesia.  Perlu digaris bawahi bahwa janji pengembangan bioetanol yang diusung oleh pasangan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah terkini sebagaimana termuat dalam Perpres 40 Tahun 2023 Tentang Percepatan Swasembada Gula dan Penyediaan Etanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel). Kebijakan ini justru membuka pintu untuk pembukaan kawasan hutan secara masif guna memenuhi kebutuhan bioetanol dari tebu 2. Dengan demikian, Prabowo – Gibran memiliki janji visi yang kontradiktif antara tujuan perlindungan lingkungan dan pilihan kebijakan dalam pengembangan EBT. Lebih lanjut dari dokumen visi-misi, terlihat bahwa Prabowo – Gibran menjadikan pengembangan bahan bakar nabati sebagai program unggulan, dengan menggunakan komoditas pangan sebagai pilihan utama. Hal ini sejalan dengan proyek food estate yang dijalankan oleh Prabowo selama ini dan akan dilanjutkan oleh Prabowo – Gibran tersebut.  Hal yang perlu dikritisi adalah mereka tidak mempertimbangkan potensi pemanfaatan generasi kedua dari Bahan Bakar Nabati yang berasal dari limbah dan tanaman non pangan. Akibatnya, upaya mereka dalam menangani masalah energi versus pangan tampak kurang jelas, dan tidak ada inovasi baru yang ditawarkan dalam pendekatan pasangan ini. Terkait upaya penghentian penggunaan bahan bakar batubara, Prabowo - Gibran Tidak menjelaskan secara rinci visi misi mereka, selain narasi normatif “melanjutkan dan setuju dengan upaya berjalan (existing) untuk memensiunkan PLTU”, karenanya, program kebijakan tampaknya tidak akan jauh berbeda dengan upaya pemerintahan saat ini (BAU; Business As Usual). BAU ini terlihat dari bagaimana Prabowo – Gibran tidak memberikan target kapan dimulainya pemensiunan dini PLTU. Pasangan ini juga tidak menyebutkan berbagai kendala yang dihadapi dalam proses pensiun dini PLTU. Salah satunya dalam konteks ini juga terkait dengan konflik kepentingan dalam pemensiunan dini PLTU. Data TII tahun 2021 menunjukan bahwa 40 dari 90 perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan PLTU memiliki petinggi perusahaan yang dikategorikan sebagai Politically Exposed Person (Transparency International Indonesia, 2023). Visi dari Prabowo - Gibran tidak menjawab tantangan tersebut apalagi calon presiden dari pasangan ini juga memiliki bisnis di bidang tambang batubara. Sehingga adanya potensi konflik kepentingan dalam pemenuhan visi mereka semakin nyata karena memensiunkan PLTU otomatis berpengaruh pada keberlangsungan bisnis batubara (Aprinino, 2017). Dalam kaitan mendorong insentif untuk percepatan (akselerasi) EBT, Prabowo – Gibran hanya memiliki dua program kebijakan yang bersifat normatif, yaitu memperbaiki skema insentif terutama untuk mendorong upaya penemuan cadangan sumber energi baru, dan merevisi aturan yang menghambat investasi sektor EBT. Tidak ada penjelasan lebih rinci, skema kebijakan maupun pendekatan yang akan dipilih dalam kaitan insentif dan revisi Peraturan.  Upaya untuk mendorong cadangan sumber energi baru juga perlu dikritisi karena energi baru dapat menjadi pintu masuk energi fosil yang seharusnya ditinggalkan, misalnya batubara tercairkan, batubara tergaskan, dan gas metana batubara. Khususnya pada komitmen untuk merevisi semua tata aturan yang menghambat investasi baru di sektor energi baru dan terbarukan (EBT), revisi ini dimaksudkan meningkatkan investasi di sektor EBT. Secara normatif hal ini positif karena realisasi investasi EBT masih rendah dibandingkan target yang harus dicapai (Rizaty, 2023).  Namun, upaya revisi regulasi untuk peningkatan investasi EBT saja tidak cukup. Karena, dari berbagai pengalaman pembuatan kebijakan investasi di Indonesia, partisipasi masyarakat sering diabaikan, terutama ketika lahan milik masyarakat terlibat dalam proyek-proyek EBT. Hal ini yang terjadi dalam konflik terkait proyek geothermal di berbagai wilayah. Oleh karena itu, komitmen ini harus dikritisi jika tidak ada pengaturan safeguard yang diintegrasikan dalam revisi regulasi untuk melindungi kepentingan dan hak-hak masyarakat dalam konteks investasi proyek EBT. Pengaturan ini dapat melibatkan perluasan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait proyek-proyek EBT yang berpotensi mempengaruhi lahan maupun penghidupan mereka. Dengan kata lain revisi regulasi harus memastikan bahwa peningkatan investasi EBT tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga memberikan manfaat nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat lokal serta lingkungan.   Penghentian Deforestasi Visi Misi
  • Merevitalisasi dan membangun sebagian besar hutan rusak dan tidak termanfaatkan menjadi lahan untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa, dan bahan baku bioetanol lainnya dengan sistem tumpang sari untuk mendukung pencapaian kedaulatan energi nasional dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru (hal. 43)
  • Merehabilitasi hutan rusak menjadi hutan alam, Hutan Tanaman Industri (HTI), dan hutan produksi dengan menerapkan skema PPPP (Public Private People Partnership) dimana manfaat terbesar akan dirasakan oleh masyarakat. (hal. 44)
  • Melanjutkan dan menyempurnakan program kawasan sentra produksi pangan atau food estate secara berkelanjutan, terutama untuk komoditas padi, jagung, singkong, kedelai, dan tebu. (hal. 29 & 44)
  • Menindak tegas praktik pertambangan yang merusak lingkungan dan mendorong upaya restorasi, rehabilitasi, dan pemulihan lingkungan terdegradasi untuk mengembalikan fungsi ekologis lahan produktif. (hal. 46)
  • Mencegah deforestasi melalui pemanfaatan areal kurang produktif/lahan terdegradasi dan meningkatkan peran serta multi- pihak dalam pengawasan potensi kebakaran dan perambahan hutan. (hal. 46)
  Analisis Visi dan misi Prabowo – Gibran dalam menangani deforestasi mencerminkan kurangnya pemahaman mereka terhadap fungsi hutan yang jauh melampaui sekadar kumpulan pohon. Pasangan ini belum menyadari bahwa hutan memiliki peran yang penting, tidak hanya sebagai sumber keuntungan materi, namun juga dalam konteks fungsi ekologis dan ekonomi yang lebih luas. Terdapat setidaknya empat poin untuk menjelaskan kurangnya  pemahaman tersebut. Pertama, Prabowo – Gibran hanya berfokus pada upaya korektif terhadap hutan dan lahan yang telah terdeforestasi dan terdegradasi. Padahal upaya penanggulangan deforestasi harus didasarkan pada upaya preventif dengan menghentikan penyebab dari deforestasi itu sendiri (drivers of deforestation). Sebagai contoh, di Indonesia, pengalihfungsian hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit berkontribusi pada 79% persen deforestasi hutan alam pada periode 2018-2022. Analisis Madani terhadap tutupan hutan alam 2021 menemukan bahwa setidaknya masih terdapat 3,5 juta hektare di konsesi minerba, 3,1 juta hektare di izin perkebunan sawit, dan 3 juta hektare di perizinan berusaha pemanfaatan hutan tanaman industri yang kesemuanya rawan untuk terdeforestasi. Prioritas Prabowo – Gibran untuk melakukan restorasi, rehabilitasi, dan revitalisasi lahan yang telah terdegradasi sebagai upaya pencegahan terdeforestasi tentunya tidak dapat mengkompensasi kehilangan hutan alam yang terjadi di wilayah yang berbeda dan dikhawatirkan justru dapat terus membiarkan deforestasi terjadi. Kedua, Prabowo – Gibran juga berjanji untuk melakukan restorasi, rehabilitasi, revitalisasi, dan membangun kembali hutan yang rusak. Sayangnya, Prabowo – Gibran justru berjanji untuk melakukannya demi memenuhi kebutuhan lain selain mengembalikan fungsi ekologis hutan. Salah satunya adalah ketika menjanjikan untuk merevitalisasi jutaan hektare lahan yang rusak menjadi lahan produktif bagi peningkatan produksi pangan untuk mendukung kemandirian dan ketahanan pangan nasional (hal 44). Dalam konteks tersebut, cara pandang Prabowo – Gibran atas lahan rusak menjadi berbeda. Bukan untuk kepentingan hutan, namun peningkatan produksi pangan. Ada inkonsistensi dari visi misi Prabowo - Gibran yang menunjukan pemahaman atas isu yang tidak utuh. Apabila Prabowo – Gibran memiliki pemahaman yang utuh terhadap fungsi hutan terhadap jasa ekosistem yang diberikan hutan terhadap masyarakat setempat, maka Prabowo – Gibran akan berusaha mengembalikan hutan yang rusak sebagaimana fungsinya. Ketiga, terkait ambisi Prabowo – Gibran untuk melanjutkan program food estate, agaknya perlu mendapatkan perhatian khusus. Program food estate yang dijalankan pada pemerintahan Jokowi pada dasarnya hanya mengulang agenda eksploitasi lingkungan hidup yang dibalut dengan tujuan menciptakan ketahanan dan energi, namun mengesampingkan aspek-aspek perlindungan lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat. Konsep lumbung pangan yang telah dicoba di berbagai pemerintahan telah terbukti gagal, tidak pernah menjawab permasalahan ketahanan pangan di Indonesia serta justru memperparah kerusakan lingkungan yang ada di Indonesia (Pantau Gambut, 2022).  Keempat, Prabowo – Gibran juga tidak menempatkan urgensi partisipasi masyarakat secara eksplisit dalam pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Dari diksi yang digunakan “....manfaat terbesar akan dirasakan oleh masyarakat” (hal. 44), Prabowo – Gibran masih menempatkan masyarakat sebatas sebagai objek penerima manfaat alih-alih subjek aktif yang dapat turut berpartisipasi dalam aktivitas pengelolaan hutan dan lahan secara berkelanjutan. Padahal, berbagai penelitian menemukan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan dengan memberikan kebebasan untuk menginkorporasikan kearifan dan pengetahuan lokal yang mereka miliki tentang hutan akan memberikan manfaat sosial dan lingkungan, seperti pengentasan kemiskinan, pengurangan deforestasi, dan kebakaran hutan (Meijaard, 2020).   Kebakaran Hutan Lahan dan Restorasi Gambut Visi Misi
  • Mencegah dan menindak tegas pelaku pencemaran, perusakan lingkungan, dan pembakaran hutan. (hal. 46)
  • Memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pemilik perusahaan yang terlibat dalam pembalakan liar, kebakaran hutan, dan pembunuhan hewan langka yang dilindungi. (hal. 46)
Analisis Meski lahan gambut Indonesia lebih dari 90%nya berstatus rusak, Prabowo – Gibran sama sekali tidak memberikan perhatian pada ekosistem gambut secara spesifik Secara umum apa yang diangkat dalam visi misi Prabowo - Gibran menekankan pada janji untuk penegakan hukum, perbaikan kerusakan lingkungan, dan mencegah deforestasi. Dari penekanan ini terdapat beberapa pertanyaan yang kemudian muncul. Dalam konteks penegakan hukum, pasangan ini menjanjikan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pemilik perusahaan perusak lingkungan. Tantangan yang saat ini dihadapi adalah bukan hanya dari sisi beratnya hukuman. Tapi juga terkait dengan aspek restorasi dari dampak kerusakan lingkungan yang dilakukan (restorative justice). Namun, dalam konteks ini Prabowo-Gibran sama sekali tidak menyebut lahan gambut secara eksplisit, hanya menyebut janji untuk “mendorong upaya restorasi, rehabilitasi, dan pemulihan lingkungan terdegradasi untuk mengembalikan fungsi ekologis lahan produktif” (hal. 46). Pernyataan ini masih sangat normatif dan tantangan yang dihadapi saat ini dalam melakukan upaya restorasi. Misalnya, kendala koordinasi antar instansi dan tarik menarik kepentingan antara isu lingkungan dan ekonomi. Hal ini akan menjadi lebih sulit untuk terpenuhi ketika ditambahkan dengan aspek penguasaan lahan yang didominasi oleh pemodal besar. Salah satu yang cukup kontradiktif dengan janji ini adalah visi pasangan ini untuk mengedepankan dan melanjutkan program food estate. Karena, program tersebut akan memunculkan ancaman yang lebih besar pada lahan gambut dan ekosistem hutan. Hal lain yang patut untuk menjadi perhatian adalah visi mengenai pencegahan deforestasi melalui pemanfaatan areal kurang produktif/lahan terdegradasi. Karena mencegah deforestasi dan memanfaatkan areal kurang produktif merupakan dua hal yang berbeda. Mencegah deforestasi seharusnya menekankan pada pengurangan laju hilangnya tutupan hutan dan menjaga tutupan hutan yang tersisa saat ini untuk terus ada. Sedangkan pemanfaatan areal kurang produktif/terlantar adalah untuk mengembalikan fungsi yang sudah rusak. Hal ini bukan pencegahan deforestasi, tapi tindakan rehabilitasi. Ketepatan dalam melihat sebuah permasalahan dan menuangkannya dalam visi menjadi penting. Karena, ketika salah memahami sebuah konsepsi, ini akan berakibat fatal dalam implementasi.    Pelestarian Keanekaragaman Hayati Visi Misi
  • Melindungi keanekaragaman hayati flora dan fauna berdasarkan kearifan lokal sebagai bagian dari aset bangsa. (hal. 46)
  • Meningkatkan perlindungan satwa dan tumbuhan langka, endemik, dan terancam punah melalui penghentian perdagangan satwa liar dan tumbuhan langka, upaya konservasi dan perlindungan genetik, habitat, serta ekosistemnya. (hal. 46)
  • Meningkatkan anggaran untuk memperkuat riset dan kompetensi peneliti di bidang pelestarian satwa/tumbuhan liar, langka, dan terancam punah. (hal. 46)
Analisis Perwujudan konservasi yang inklusif harus diawali dengan pengakuan terhadap wilayah dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat dan lokal yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan yang dikonservasi. Dalam konteks pelestarian keanekaragaman hayati, Prabowo – Gibran menyatakan komitmen untuk melindungi keanekaragaman hayati berdasarkan kearifan lokal. Komitmen ini dinilai cukup baik karena mengutamakan kearifan lokal dalam konservasi, namun perlu ditegaskan kembali pendekatan kearifan lokal yang dimaksud oleh pasangan. Apakah sudah menyoroti persoalan sosial masyarakat seperti pengakuan wilayah dan hak-hak masyarakat adat dan lokal? Apabila mengacu pada kerangka kerja Global Biodiversity Framework (GBF), konservasi yang inklusif tidak hanya mengakui adat dan kearifan lokal, tetapi juga mengharuskan pengakuan terhadap wilayah dan kewajiban menghormati hak-hak masyarakat adat dan lokal yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan yang dikonservasi. Dengan merujuk pada GBF, langkah penguatan praktik konservasi sumber daya alam yang diterapkan seharusnya dapat memberikan perlindungan bagi Hak Asasi Manusia (HAM) bagi masyarakat adat dan lokal . Aspek ini belum menjadi komitmen yang jelas dari pasangan no. 2 dalam konteks tata kelola konservasi.  Prabowo – Gibran juga menyatakan komitmen untuk meningkatkan perlindungan satwa liar dan tumbuhan langka melalui penghentian perdagangan satwa liar dan tumbuhan langka, upaya konservasi, serta perlindungan genetik, habitat, dan ekosistemnya. Komitmen ini sejalan dengan tekad untuk memperkuat usaha perlindungan dan konservasi, sebagaimana yang dijelaskan dalam GBF. Meskipun demikian, yang menjadi catatan penting adalah untuk menghentikan perdagangan satwa liar dan tumbuhan langka tersebut, diperlukan penegakan hukum yang lebih ketat dengan menggunakan pendekatan holistik. Ditambah, perlu memperhatikan faktor manusianya, termasuk aspek sosial-ekonomi masyarakat. Usaha konservasi dan perlindungan sumber daya genetik dan ekosistem harus sejalan dengan upaya untuk memperkuat aspek ekonomi masyarakat dalam mengelola kawasan. Hal ini disebabkan oleh keterkaitan yang erat antara kegiatan ilegal dengan kondisi ekonomi masyarakat di tapak. Oleh karena itu, pasangan no. 2 juga harus menerapkan pendekatan ini guna mengatasi akar permasalahan, agar langkah-langkah konservasi dapat menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.   Perbaikan Ekosistem Laut dan Pesisir Visi Misi
  • Rehabilitasi Mangrove/ Penghijauan Pesisir dan Pengelolaan Blue Carbon: Tidak dijelaskan
  • Upaya Penanganan Pencemaran Laut dan Pesisir: (1) Menghentikan semua rencana reklamasi yang tidak sesuai dengan tata aturan, merusak kualitas ekosistem, dan lingkungan hidup, serta kehidupan ekonomi, sosial, dan masyarakat. (hal. 45)
  • Masyarakat Adat Pesisir: Tidak dijelaskan.
  Analisis Sudut Pandang Pengelolaan maupun Perlindungan Pesisir dan Laut yang Digambarkan dalam Visi Misi Masih Sangat Minim. Sebagai negara dengan luas perairannya mencapai 62% dari total keseluruhannya, Indonesia digadang-gadang menjadi poros maritim dunia. Namun, Prabowo – Gibran belum memberikan perspektif perlindungan pesisir dan laut, juga ketahanan iklim.  Dalam upaya memanfaatkan sumber daya kelautan, tidak ada gagasan perlindungan kawasan ekosistem pesisir dan kelautan yang kuat, yang ada justru penekanan pada pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan pesisir saja (hal. 48). Pasangan ini juga tidak menyebutkan mangrove dan masyarakat adat pesisir sama sekali dalam visi-misinya. Padahal, Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan mangrove terluas di dunia, yaitu sebesar 3,36 juta ha atau 24% total luas mangrove dunia. Selain itu, perlu diingat bahwa Ekosistem Padang Lamun di Indonesia juga penting dan memiliki potensi besar (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2023). Padang Lamun di Indonesia sendiri memiliki luas sebesar 293,464 ha atau hanya sekitar 16 – 35% dari potensi luasan padang lamun di Indonesia (Susanto, 2018). Keduanya mempunyai peran penting dalam kontribusi penurunan emisi sebagai Ekosistem Karbon Biru (EKB). Sayangnya, hal ini tidak dilihat sebagai sebuah gagasan dalam visi misi pasangan No.2.  Jika ditelaah satu persatu, visi misi pasangan ini terkait perbaikan ekosistem laut dan pesisir hanya sebatas menghentikan rencana reklamasi yang tidak sesuai. Padahal, demi menghadapi ancaman perubahan iklim, perlu rencana mitigasi dan adaptasi yang jelas untuk melindungi EKB dan memastikan bahwa masyarakat pesisir dan nelayan memiliki resiliensi terhadap dampak yang mereka hadapi akibat perubahan iklim. Jika Prabowo - Gibran lebih memiliki pemahaman terkait hal ini, maka seharusnya dapat melihat bahwa dalam perlindungan ekosistem pesisir dan laut, tidak sesederhana penghentian proyek reklamasi yang tidak sesuai. Perlindungan dan perbaikan ekosistem hanya akan terjadi jika ada strategi untuk memperkuat pertahanan sektor kelautan. Sudut pandang pengelolaan dan perlindungan yang digambarkan dalam visi misi masih sangat minim baik dalam konteks mitigasi maupun adaptasi. Selain itu, konteks ketahanan pun juga tidak tergambarkan. Padahal kawasan pesisir merupakan salah satu dinding terluar dari kedaulatan negara. Begitupun dalam urusan internal negara di mana kurang lebih 15% dari 84.096 total desa di Indonesia bergantung pada eksistensi kawasan pesisir dalam kondisi optimal.    Tata Kelola Pertanian dan Perkebunan Visi Misi Konteks Swasembada Pangan
  • Menjalankan agenda Reformasi Agraria untuk memperbaiki kesejahteraan petani dalam arti luas* (hal. 43)
  • Menjamin ketersediaan pangan pokok yang berkelanjutan melalui BUMN holding pangan ID FOOD, menjamin harga pangan yang menguntungkan petani,* (hal. 44)
  • Swasembada pangan ditentukan oleh tercapainya produksi dan produktivitas yang berkelanjutan dari komoditas pangan.* (hal. 35)
  • Penguatan program Kredit Usaha Tani, dan Kredit untuk usaha Start Up dan kredit untuk para millennial* (hal 26 & 36)
  • Mendirikan lembaga pembiayaan untuk usaha tani rakyat* (hal. 44).
  • Mempercepat pembangunan infrastruktur pertanian (hal. 43).
  • Meningkatkan produktivitas pertanian melalui peningkatan sarana prasarana pendukung pertanian rakyat* (hal.43)
Hilirisasi
  • Memperpendek rantai distribusi hasil-hasil pertanian (hal. 43).
  • Membangun infrastruktur secara berkeadilan, dengan mengutamakan akses terhadap kawasan industri, lahan produksi pertanian, perikanan, dan perkebunan, dengan mengutamakan penyerapan tenaga kerja lokal (hal.59).
  • Melanjutkan program biodiesel dan bio-avtur dari kelapa sawit (hal.47).
  • Mengembangkan bioetanol dari singkong dan tebu, sekaligus menuju kemandirian komoditas gula (hal.47). 
  • Hilirisasi produk nikel akan dilanjutkan dan akan ditambah dengan hilirisasi bauksit, tembaga, timah, produk agro, serta produk maritim (hal. 37)
  • Memodernisasi model bisnis pertanian, tata niaga agribisnis, dan sistem pemasaran sektor pertanian melalui inovasi teknologi (hal.44).
Perbaikan Tata Kelola
  • Peningkatan produktivitas lahan pertanian melalui berbagai program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan (hal.25).
  • Merevitalisasi dan membangun sebagian besar hutan rusak dan tidak termanfaatkan menjadi lahan untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa, dan bahan baku bioetanol lainnya dengan sistem tumpang sari untuk mendukung pencapaian kedaulatan energi nasional dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru (hal.43).
  • Merevitalisasi jutaan hektar lahan yang rusak menjadi lahan produktif bagi peningkatan produksi pangan untuk mendukung kemandirian dan ketahanan pangan nasional (hal.44).
  • Merehabilitasi hutan rusak menjadi hutan alam, Hutan Tanaman Industri (HTI), dan hutan produksi dengan menerapkan skema PPPP (Public Private People Partnership)

2 comments

Kevin martin

Nicee Information.

Sarah albert

Berita Yang Bagus

Leave a comment