03 Nov, 2025
Jakarta, 13 Maret 2025 - Sidang lanjutan Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah memasuki tahapan mendengar saksi fakta dan keterangan ahli. Hari ini, kuasa hukum penggugat mengajukan Saksi Fakta Wahyudin Iwank dari WALHI Jawa Barat dan Saksi Ahli Hukum Administrasi Negara yaitu Dr. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Persidangan diawali dengan pemeriksaan Saksi Fakta Wahyudin Iwang mengatakan bahwa Izin amdal sudah ada termasuk UKL-UPL dan RKL-RPL serta izin lingkungannya sudah dikantongi perusahaan. Namun ketika kami cek kembali bahwa AMDAL tersebut sudah kadaluarsa karena waktu itu ketika kami kaji tahunnya pada 2009 tapi saat 2012 kami cek belum ada aktivitas apa-apa. Setelah itu ketika kami analisis lebih dalam tidak menghitung resiko lepasan emisi yang dihasilkan, yang kemudian harusnya dituangkan dalam dokumen itu. Itu yang menjadi landasan kami melakukan gugatan izin lingkungan pada tahun 2022. Kuasa Hukum Kementerian ESDM menegaskan bahwa yang saksi fakta katakan sejauh ini baru menjadi potensi yang akan timbul dari pembangunan PLTU Tanjung Jati A yang belum tentu akan dilanjutkan pembangunannya. Sementara itu Saksi Ahli yang dihadirkan oleh pihak penggugat yakni Dr. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengutarakan pendapat bahwa pemerintah harus mengindahkan asas-asas umum pemerintahan yang baik bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia karena merupakan batu uji disebutkan dalam UUPA yang sebenarnya ada tiga yaitu undang-undang, AUPB dan hak asasi manusia sebagai batu uji apakah perbuatan yang dilakukan pejabat atau badan hukum tersebut koheren. Saksi Ahli juga mengatakan bahwa apabila kita melihat dari nafas politik hukum, terutama pasca reformasi maka peradilan tata usaha negara semakin diberikan keleluasaan atau kewenangan positif dan semakin bergas lagi jika kita membaca penjelasan dari Undang-undang Administrasi Pemerintahan yang intinya mengarahkan jangan sampai masyarakat menjadi objek melainkan harus menjadi subjek dari kebijakan dan keputusan pemerintah. Salah satu caranya itu adalah dengan memberikan kesempatan luas pada masyarakat untuk menggunakan haknya dan dibantu oleh pengadilan sebagai protektornya atau penyeimbangnya. Saksi Ahli Hukum Administrasi Negara yaitu Dr. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., juga menyebutkan bahwa Departemen Administrasi Negara UGM tempo hari melakukan riset panjang dan coba menuliskan hal itu dalam buku yang diterbitkan di Rajawali Pers 2024 yang launching awal tahun lalu, dalam buku tersebut menggarisbawahi tentang ada tendensi tidak selalu strukturnya tapi ada kecenderungan dimana kesan yang timbul adalah orang itu baru bisa menggugat apabila sudah memiliki kerugian yang nyata. Akibat dari penjelasan Pasal 53 Ayat (1), setelah coba kami telusuri tampaknya merujuk pada buku Bapak Ibnu Harto misalkan merujuk pada logika yang dibangun oleh guru besar kami, guru besar hukum acara perdata Bapak Sudikno Mertokusumo dan kebetulan Hukum Peradilan Tata Usaha Negara rujukannya lawan dari Hukum Acara Perdata maka cara berpikir itu seakan-akan mengikuti atau mengadopsi secara perdata. Tapi kami juga mencari tau di Belanda dan Inggris itu baru perspektif atau potensi diawal saja, itu sudah diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan dan pada banyak hal itu sudah selesai pada administrative review, pada waktu objection keberatan di badan hukum jadi ga sampai pada peradilan. Poinnya adalah menjadi hal yang sangat lazim dari perspektif perbandingan hukum untuk belum terdampak tapi sudah ada potensi terdampak itu sudah bisa dikeluh kesahkan dan diterima secara hukum untuk pendekatan penyelesaian Seperti diketahui, Sidang Gugatan dikeluarkannya PLTU Tanjung Jati A dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh WALHI ini didaftarkan oleh Tim Advokasi Keadilan Iklim pada awal 02 Desember 2024. Dalam gugatannya disebutkan bahwa Penggugat pernah mengajukan gugatan izin lingkungan PLTU Jawa-3/ Tanjung Jati A 2x 660 MW di PTUN Bandung dengan Nomor Putusan 52/G/LH/2022/PTUN.BDG pada pokoknya membatalkan izin lingkungan dan telah berkekuatan hukum tetap. Putusan ini menguatkan pandangan Penggugat bahwa perencanaan PLTU Jawa-3/Tanjung Jati A 2x660 MW harus dikeluarkan dari RUPTL PLN 2021-2030. Tergugat sebagaimana Objek Sengketa adalah tidak melakukan perbuatan konkret berupa tindakan administrasi pemerintah Tergugat yang tidak mencabut Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa-3/ Tanjung Jati A dari Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 188.K/HK.02/MEM.L/2021 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2021-2030 Bagian 3 Tambahan Pasokan Nomor 2 Kerja Sama dengan IPP Jawa-3 (FTP-2) Tanjung Jati A #1-2 Produksi Tahun 2025-2026; Halaman V-68 dan Tabel B3.10 Rencana Pembangunan Pembangkit Nomor 37 dan 48 Jawa FTP 2 Halaman B-37 berdasarkan Surat Permohonan Nomor: 210/DE/WALHI/VIII/2024 tertanggal 28 Agustus 2024 berakibat hukum menjadi dasar pembangunan dan operasi PLTU Jawa-3/ Tanjung Jati A 2 x 660 MW tersebut memiliki potensi dampak penting bagi Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut AMDAL) PLTU Jawa-3/Tanjung Jati A 2x 660 MW. Alasan kedua adalah bahwa pembangunan dan operasional PLTU batubara Tanjung Jati A berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara. Dengan kondisi kelistrikan jawa yang sudah kelebihan pasokan, hal ini dirunut dari fakta terjadinya kelebihan suplai listrik di dalam jaringan ketenagalistrikan di Jawa-Bali. Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan PLN yang akan dilaksanakan pada 27 Mei 2021, PLN menyampaikan bahwa sistem ketenagalistrikan Jawa-Bali mengalami over supply atau kelebihan suplai listrik karena rencana penambahan kapasitas yang sangat besar (12.998 MW) dibarengi pertumbuhan beban yang lambat. Dengan tambahan produksi listrik dari PLTU Jawa-3/ Tanjung Jati A 2 x 660 MW akan semakin menambah kelebihan pasokan listrik di Jawa. Oleh karena itu potensi tidak terserapnya listrik PLTU Jawa-3/ Tanjung Jati A 2 x 660 MW ke konsumen akan sangat tinggi. Sementara itu PT. PLN terbebani untuk membayar listrik yang dihasilkan sesuai dengan kesepakatan Perjanjian Jual Beli. Hakim Anggota diakhir persidangan menegaskan kembali bahwa walaupun belum terjadi suatu akibat sudah bisa diajukan gugatan dan setiap hakim memiliki konsen masing-masing. Kontak Media: M Rafi Saiful Islam, Kuasa Hukum Penggugat dari Tim Advokasi Hak Atas Keadilan Iklim, +6289644243661 Wahyudin Iwank, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, +62813-9536-7383
2 comments
Kevin martin
Nicee Information.
Sarah albert
Berita Yang Bagus