Usaha percepatan transisi energi Indonesia terus bergulir, dari berbagai skema yang diwacanakan, Just Energy Transition Partnership (JETP) menjadi angin segar berbentuk limpahan pendanaan. Berbagai ketimpangan–buah dari kesemrawutan regulasi dan ekploitasi sumber daya, mengisyaratkan kita akan kebutuhan perubahan paradigma dalam melihat transisi energi, yaitu agar energi berpusat pada rakyat dan lingkungan.
Perubahan paradigma itu mengarahkan pada desentralisasi energi dan dukungan bagi pengembangan energi terbarukan berbasis kepentingan masyarakat. Sayangnya, pada skema JETP, belum ada kejelasan tentang peta jalan proyek-proyek transisi energi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Belum ada kepastian dukungan bagi pengembangan energi terbarukan berbasis masyarakat, pun transisi berfokus pada infrastruktur proyek-proyek skala besar dan akhirnya bersifat terpusat.
Lima area fokus investasi JETP[1] yakni, (1) Pengembangan Jaringan Transmisi dan Distribusi; (2) Pemensiunan Dini PLTU Batubara; (3) Percepatan Pemanfaatan Energi Terbarukan tipe baseload; (4) Percepatan Pemanfaatan Energi Terbarukan tipe variabel; dan (5) Pembangunan Rantai Pasok Energi Terbarukan, memiliki risiko lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan dampak yang luas dan panjang.
Ditengah ancaman krisis iklim yang semakin intens, intervensi kebijakan dan perbaikan tata kelola yang bersifat transformatif, dengan konsultasi dan partisipasi publik yang bermakna dan lebih luas serta transparan harus menjadi prioritas. Sangatlah penting bagi para penyusun skema transisi energi Indonesia, yakni dalam hal ini sekretariat JETP untuk membuka informasi publik terkait proyek yang dibiayainya. Termasuk membuka persentase utang luar negeri di proyek JETP dan memastikan kemana penyaluran dana ini tidak menghilangkan kewajiban pemilik proyek untuk memulihkan lingkungan serta menyelesaikan konflik, utamanya dengan masyarakat terdampak.
Tanpa pelibatan publik, JETP berpeluang dibajak segelintir elite ekonomi-politik di Indonesia. Salah satu syarat utama dari adanya keterlibatan publik adalah keterbukaan informasi. Keterbukaan informasi ini adalah pintu masuk bagi publik untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan transisi energi. Tanpa ada keterbukaan informasi, tidak akan ada keterlibatan publik.
Terlebih, dua pilar transisi energi yang akan dibiayai JETP, yakni pensiun dini PLTU dan pengembangan energi terbarukan, tak dinafikan juga menjadi titik rawan korupsi, hal ini diperkuat oleh data memburuknya indeks korupsi Indonesia[2] pada Laporan Transparency Internasional di 2023 menunjukkan Indonesia menurun 4 poin dari tahun sebelumnya.
Dalam konteks korupsi—tak terkecuali pada sektor energi, selalu akan berujung merugikan kepentingan publik, termasuk bila korupsi terjadi di dalam skema JETP. Transisi energi dipastikan gagal dan publik–sebagai pembayar pajak harus tetap membayar utang luar negeri yang dibuat dari skema proyek JETP ini.
Sampai dana tersebut dikucurkan kepada pemerintah Indonesia, penting untuk memastikan proses berjalan secara transparan dan partisipatif agar tidak mencederai prinsip utama kerjasamanya yaitu berkeadilan karena tentu saja, JETP di Indonesia dibayangi risiko kegagalan besar jika dana sebesar itu tidak dikelola dengan baik.
Hal serupa turut disampaikan Al Ayubi, selaku Just Energy Transition Associate & Program Manager Yayasan Indonesia Cerah, bahwa penting bagi publik untuk ikut terlibat dan memastikan bahwa nilai prinsip-prinsip dasar dari skema ETM dan JETP yang nantinya diterapkan terhadap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia itu sesuai prinsip “berkeadilan”.
“JETP itu merupakan skema kerja—ada masalah yang dicoba untuk diatasi. Sayangnya, narasi itu belum sepenuhnya diwujudkan untuk transisi energi berkeadilan & dilakukan tanpa partisipasi masyarakat, hanya kelompok tertentu saja. Yang bisa kita dilakukan adalah: Re-claiming, apa definisi “adil” bagi masyarakat terdampak? Itu yang perlu di suarakan. Karena suara itu masi di isi oleh elit-elit tertentu,” tegas Al-Ayubi, Cirebon (8/7/2023).
Senada dengan Al Ayubi menyoal bagaimana keterlibatan publik sangat penting, Muit Pelu, dari LBH Bandung juga menyampaikan bahwa masyarakat mempunyai porsi dan andil yang besar, selain sebagai sumber-sumber informasi, peranan masyarakat berdampak untuk kontrol sosial dan sebagai cerminan demokratisasi pengambilan keputusan di ranah lingkungan hidup, dan hak atas lingkungan hidup itu harus dijamin oleh negara sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
“Setiap warga negara punya hak atas keterbukaan informasi maupun dokumen yang berkaitan dengan lingkungan hidup.” Ujar Muit, Cirebon, (9/7/2023).
Selain itu, bentuk JETP adalah pinjaman, maka perlu ada transparansi terkait proyek yang akan didanai secara rinci kepada publik. Peran keterlibatan publik menjadi isu yang sentral, termasuk pembelajaran dari pengalaman JETP di Afrika Selatan. Pihak yang terdampak dari transisi energi sudah seharusnya menjadi prioritas pemerintah seperti pekerja, dan kelompok masyarakat rentan (sesuai prinsip transisi berkeadilan-just transition).
Mengutip dari rilis yang dikeluarkan oleh Celios[3] pemerintah harus konsisten melakukan moratorium pembangunan seluruh PLTU baru, yakni merevisi aturan dalam Perpres 112/2022 dimana PLTU masih diperbolehkan dibangun di kawasan industri. Seharusnya komitmen transisi energi dibarengi dengan penghentian seluruh pembangunan PLTU baru termasuk captive power plant atau PLTU di kawasan industri (termasuk di kawasan smelter nikel).
Transparansi informasi yang radikal, termasuk dokumen perencanaan kebijakan investasi komprehensif, seharusnya sedari awal dapat diakses dengan mudah, cuma-cuma, dan dapat diberikan masukan oleh publik luas dalam kerangka partisipasi publik yang bermakna. Tanpa pemenuhan hak publik atas informasi itu, kata Just atau Adil dalam JETP, hanya akan menjadi pemanis dari transisi yang tidak akan berkelanjutan, hanya menjadi solusi-solusi semu yang tidak menjawab persoalan perubahan iklim, dan asa tentang transisi energi hanya dalam angan dan bayang-bayang.
Catatan editor:
[1] https://katadata.co.id/rezzaaji/ekonomi-hijau/6488539fd0014/sekretariat-jetp-rencana-investasi-cipp-akan-melibatkan-masyarakat
[2] https://databoks.katadata.co.id/tags/indeks-persepsi-korupsi
[3] Poin Kritis Pendanaan Transisi Energi JETP dan ETM [https://celios.co.id/2022/poin-kritis-pendanaan-transisi-energi-jetp-dan-etm/]
Foto: Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Jawa Barat, Wahyudin Iwank, menyampaikan konsep energi berkeadilan dan bagaimana strategi advokasi untuk menjawab persoalan iklim pada Kelas Pendidikan Energi untuk Keadilan Antar Generasi yang diselenggarakan oleh Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon (KARBON) dan WALHI Jawa Barat, Cirebon (9/7/2023).