Lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 yang diperingati bersamaan dengan Hari Tani Nasional mengamanatkan perubahan mendasar terhadap prinsip-prinsip hukum agraria kolonial.
Melalui pengukuhan hukum adat, pelarangan monopoli penguasaan tanah dan sumber agraria lain, pengikisan praktik feodalisme, serta jaminan kesetaraan hak atas tanah bagi laki-laki dan perempuan merupakan prinsip-prinsip UUPA untuk mewujudkan keadilan sosial.
Setelah 57 tahun UUPA diundangkan, ketimpangan struktur agraria dan konflik agraria masih terus terjadi. Hampir di seluruh sektor, terjadi penguasaan secara besar-besaran atas sumber agraria. Sebesar 71 % dikuasai oleh perusahaan dan kehutanan, 16% oleh perusahaan perkebunan, 7% dikuasai golongan kaya dan sisanya oleh masyarakat miskin. Dampaknya, 10 persen orang terkaya menguasai 77 persen kekayaan nasional. Tanah menjadi objek investasi, akibatnya rata-rata kepemilikan tanah kurang dari 0,3 hektar.
Pada tahun 2018, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria, juga melalui Perpres Nomor 62 tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria telah memandatkan percepatan proses penataan kembali kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah melalui penataan aset, akses, serta penyelesaian konflik pertanahan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat. Namun nyatanya implementasi dari Perpres tersebut tidak berjalan dengan baik di Indonesia, termasuk salah satunya yang terjadi di Kabupaten Sumedang.
Konflik Agraria yang terjadi di kabupaten Sumedang sudah lama terjadi, misal di Desa Citengah Kec. Sumedang Selatan Kab. Sumedang, dimana kelompok masyarakat petani penggarap yang tergabung dalam Kelompok Tani Margawindu sejak tahun 1998 secara turun temurun telah lama menggarap tanah, luasan yang di garap masayarakat mencapai 217 Hektar di lahan Eks HGU Perkebunan PT.Chakra yang telah habis masa usahanaya pada tahun 1997.
Bahkan sudah ada 1 kampung yang terlah berdiri dilahan tersebut, tercatat sebanyak 30 Kepala Keluarga di blok Cisoka mendirikan rumah sebagai hunian mereka. 30 KK tersebut adalah buruh pemetik Teh yang selama ini bekerja di PT.Cakra.
Merujuk pada sejarah di atas, serta telah lamanya masyarakat memanfaatkan lahan yang sudah habis masa izinnya, maka dari situlah kelompok Tani Margawindu mengajukan permohonan Redistribusi Lahan kepada Kementrian ATR/BPN sebanyak 2 kali, yang pertama yaitu pada tanggal 14 Februari 2022, sedangkan yang kedua disampaikan pada tanggal 26 Juni 2022.
Permohonan tersebut telah mendapat respon positif dari Kementraian ATR/BPN serta Wakil Mentri ATR/BPN, pada saat itu juga Wamen ATR/BPN turun langsung dengan tim untuk meninjau lokasi, tidak luput kedatangan beliau disertai juga tim dari Kantor Pertanahan Kab. Sumedang yang saat itu kegiatannya dilakukan pada tanggal 25 Juli 2023.
Wahyudin/Iwang selaku Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat menyampaikan, dukungan permohonan kelompok tani tersebut tidak hanya keluar dari Wamen ATR/BPN. Bupati yang sebelumnya menjabat pun yaitu DR.H. Dony Ahmad Munir S.T.M.M ikut serta mendukung kuat terhadap permohonan kelompok tani agar lahan yang sudah lama di garap dijadikan sebagai objek Reforma Agraria dengan skema TORA.
Namun seiring masa jabatannya telah habis, dan berpindahnya jabatan kepada PJ Bupati yang baru, permohonan kelompok tani diabaikan oleh PJ yang baru, disinyalir PJ Bupati saat ini yaitu Herman Suryatman memiliki kepentingan lain karena kabar yang didapat saat ini pihaknya menginginkan objek lahan tersebut di dorong agar menjadi HPL.
Fauzi Rachman Danial Manager Program dan PSD Walhi Jawa Barat menuturkan, hingga saat ini permohonan kelompok tani tidak ada kejelasan dari pihak Pemerintahan Kab. Sumedang. PJ Bupati Sumedang hingga kini tidak juga mengeluarkan surat Penetapan Lokasi Tanah Objek Reforma Agraria untuk Kelompok Tani Margawindu.
Selain itu, lanjut Fauzi, kami melihat bahwa Pejabat Sementara Bupati Kab. Sumedang tidak ada keberpihakan kepada rakyatnya yang sudah jelas memiliki Hak Atas Tanahnya sesuai amanat Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, bahkan kami melihat tidak berpihaknya Pejabat Sementara Bupati Sumedang mempunyai kepentingan lainnya di lahan Eks HGU PT. Chakra yang sedang diperjuangkan masyarakat.
Kurniawan Hidayat (Asep) selaku Divisi Litbang & Humas Kelompok Tani Margawindu Desa Citengah, mengungkapkan harapan terbesar para penggarap lahan di Perkebunan Margawindu adalah kepastian hukum terhadap lahan yang sedang kami garap dari dulu sampai saat ini.
Harapan itu muncul ketika Bapak Bupati Dr. H. Dony Ahmad Munir, S.T., M.M. menyambut baik dan bahkan mengupayakan percepatan proses permohonan Program TORA yang diajukan para petani penggarap, dan beliau pun menantang semua pihak untuk mendorong percepatan ini seperti Tim dari Kementrian ATR/BPN RI, Kantor Wamen ATR/BPN RI, Dirjen PA ATR BPN RI, Kanwil ATR/BPN Jawa Barat, Kantah ATR/BPN Sumedang, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Eksekutif Daerah WALHI Jawa Barat.
Namun, harapan para penggarap seolah meredup kembali ketika saat ini Pihak Pemerintah Kabupaten Sumedang melalui Pejabat Bupati Sumedang seolah tidak mengindahkan komitmen Pak Bupati sebelumnya dengan warga penggarap yang begitu besar harapannya.
“Harapan kami saat ini, semoga ada keluasan hati serta keberpihakan kepada warga dari PJ Bupati saat ini agar Perkebunan Margawindu yang akan di canangkan sebagai Pilot Project Nasional kegiatan TORA berbasis Ekologi oleh Kementrian ATR/BPN RI bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dapat kembali dilanjutkan sesuai dengan rencana awal pada saat kepemimpinan Bapak Dony Ahmad Munir.” – Kurniawan Hidayat, Divisi Litbang & Humas Kelompok Tani Margawindu Desa Citengah.
Maka dengan ini kami, WALHI Jawa Barat beserta Kelompok Tani Margawindu mendesak kepada PJ Bupati Sumedang:
- Pejabat Sementara Bupati Sumedang agar segera mengeluarkan surat Rekomendasi yang dimohonkan kelompok Tani untuk kegiatan Reforma Agraria dilokasi Eks HGU Perkebunan PT. Chakra di Desa Citengah Kec. Sumedang Selatan.
- Pejabat Sementara Bupati Sumedang sekaligus sebagai ketua TIM GTRA Kab. Sumedang untuk segera mengeluarkan surat Penetapan Lokasi Prioritas Reforma Agraria Eks HGU Perkebunan PT. Chakra untuk Kelompok Tani Margawindu.
- Kami menolak keras lahan tersebut dijadikan sebagai Hak Pengelolaan Tanah (HPL).
- Mendesak dengan segera PJ Bupati Kab Sumedang bersama Kantah ATR/BPN Kab. Sumedang menetapkan lokasi Kelompok Tani Margawindu sebagai Tanah Objek Reforma Agraria di Forum GTRA Kabupaten.
- PJ Bupati Sumedang agar segera melibatkan organisasi Tani di forum GTRA Kab Sumedang, sesuai dengan Perpres 62 tahun 2023 tentang percepatan pelaksanaan Reforma.
Narahubung:
WALHI Jabar – 0881022101805 (Fauzi)
Kelompok Tani Margawindu – 082117445975 (Kurniawan)