PENEROBOSAN ATURAN TATA RUANG DALAM PUTUSAN TINGKAT PERTAMA DI PTUN BANDUNG DALAM KASUS GUGATAN TERHADAP IZIN LINGKUNGAN PROYEK PLTU CIREBON 1 X 1000 MW BERPOTENSI MERUSAK TATANAN RUANG HIDUP DI JAWA BARAT

SIARAN PERS
Tim Advokasi Hak Atas Keadilan Iklim

“Kalau ahli hukum tak merasa tersinggung karena pelanggaran hukum sebaiknya dia jadi tukang sapu jalanan.” ― Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca

PENEROBOSAN ATURAN TATA RUANG DALAM PUTUSAN TINGKAT PERTAMA DI PTUN BANDUNG DALAM KASUS GUGATAN TERHADAP IZIN LINGKUNGAN PROYEK PLTU CIREBON 1 X 1000 MW BERPOTENSI MERUSAK TATANAN RUANG HIDUP DI JAWA BARAT

Bandung,Kamis, 09 Agustus 2018.Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memutus menguatkan Putusan PTUN Bandung, dengan kata lain gugatan Banding yang dilayangkan oleh Warga Kanci Kulon dan WALHI terhadap Izin Lingkungan yang dikeluarkan oleh Kepala DPMTSP Provinsi Jawa Barat terkait Pembangunan PLTU 1 x 1000 MW di Cirebon Tidak dapat Diterima.
Dalam pertimbangan hukum nya Majelis Hakim banding berpendapat sebagai berikut:

1. Objek sengketa Tata Usaha Negara tersebut merupakan pelaksanaan dari Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor 124/G/LH/2016/PTUN BDG Tanggal 19 April 2017, yang membatalkan objek sengketa tata usaha negara yaitu lzin lingkungan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan dan Oprasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) kapasitas 1 x 1000 MW Cirebon di Desa Kanci Kecamatan Astanajapura dan Desa Waruduwur Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pemegang Izin PT Cirebon Energi Prasarana (Tergugat ll Intervensi Terbanding). Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan telah dicabut permohonan bandingnya, maka Tergugat harus melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Selanjutnya menerbitkan keputusan tata usaha negara yang baru (obJek sengketa tata usaha negara ini). merupakan pelaksanaan dan putusan badan peradilan .

2. Majelis Hakim Banding menyatakan bahwa keputusan Tata Usaha Negara Bandung sudah tepat. Izin lingkungan yang lama dan yang baru maksudnya sama-sama menunjuk lzin lingkungan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan dan Oprasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Menurut pendapat majelis hakim banding objek sengketanya sudah sejalan dengan suatu asas ilmu hukum yaitu Asas “Litis Finiri Oported” atau asas “Suatu Perkara Harus Ada Akhirnya”

3. Majelis Banding berpendapat sehubungan dengan Putusan Pengadilan Tata usaha Negara Bandung yang terdahulu telah dilaksanakan yaitu dengan menerbitkan keputusan tata usaha Negara dalam objek sengketa dalam perkara a quo, maka dapat dipahami bahwa tergugat/terbanding (DPMPTSP JABAR) dalam menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa ini merupakan pelaksanaan dari putusan badan pengadilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana ditentukan dalam pasal 2 huruf e undang-undang no 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang tidak tercakup dalam kewenangan peradilan tata usaha Negara untuk mengujinya.

4. Majelis Hakim Banding tidak memungkiri tentang adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan, namun majelis hakim berpendapat bahwa alam dapat memperbaiki dirinya sendiri. Terkait Pencemaran dan perusakan lingkungan selain harus dipatuhi suatu ukuran ambang batas atau baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan, menjadi tanggung jawab pemegang izin lingkungan.

Atas dasar itulah kemudian kami Tim Advokasi Keadilan Iklim menyatakan :

1. Bahwa penerobosan hukum terkait PP No 13 Tahun 2017 merupakan upaya sistematis dari Negara yang berpotensi merusak tatatan pengaturan soal tata ruang yang dapat mengakibatkan rusaknya tatatan ruang hidup di Kabupaten Cirebon khususnya dan Nasional pada umumnya. Terutama pada pasal 114a merupakan suatu pernomaan yang dibuat atas dasar kepentingan pembangunan semata tanpa melihat pertimbangan sosial, lingkungan dan tatatan ruang hidup di tingkat tapak.

2. Bahwa Putusan ini dapat menjadi preseden buruk bagi kasus-kasus yang Izin Lingkungannya dibatalkan karena bertentangan dengan Tata Ruang dengan alasan bahwa kegiatan dan/atau usaha tersebut, merupakan proyek strategis nasional. Kami berpendapat bahwa pengaturan Tata Ruang tidak bisa dipahami sebagai syarat administratif semata, tetapi harus dipahami sebagai bagian dari upaya perlindungan ruang hidup.

3. Bahwa apa yang kami lakukan selama ini adalah bagian dari upaya pembelaan terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik terhadap semua lapisan masyarakat baik Petani, Nelayan dan warga terdampak lainnya. Alasan majelis Hakim yang menyerahkan tanggung jawab pencemaran dan perusakan lingkungan kepada pemegang izin dan berasumsi alam dapat memperbaiki dengan sendirinya tidak dapat diterima karna tidak berlandaskan keilmuan yang ilmiah.

4. Pasal 2 huruf e UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata usaha Negara tidak dapat diterapkan dalam lingkungan peradilan TUN karena menurut penjelasan Pasal 2 huruf e UU no 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata usaha Negara harus didasarkan atas amar putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

5. Tim Advokasi Hak Atas Keadilan Iklim akan mengajukan upaya hukum Kasasi terhadap Putusan ini.

Narahubung :
1. Dadan Ramdan – WALHI Jawa Barat ( 0812-2264-9424)
2. Lasma Natalia – LBH Bandung ( 0852-6333-8585)