PJ Bupati Bandung, Dikky Achmad Sidik menyatakan status tanggap darurat bencana banjir dan longsor mulai tanggal 22 November–5 Desember. Setidaknya ada delapan kecamatan yang dinyatakan dalam kondisi Darurat yaitu Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Kertasari, Majalaya, Solokan Jeruk, Soreang dan Paseh. Namun, pada masa tanggap darurat ini kami melihat tidak ada kesiapan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam merespon kondisi darurat.
“Hanya ada empat OPD yang turun merespon kondisi darurat, BPBD, Dinsos, Dishub dan Damkar, sedangkan OPD yang lain tidak melakukan tanggap darurat. Seperti pada saat para pengungsi di RW 13 Desa Citeureup yang sakit dan ingin dirujuk ke rumah sakit, mereka mengalami kendala karena memerlukan rekomendasi dari Dinas Kesehatan. Hal yang sama juga dirasakan oleh warga Pasigaran. Setelah banjir karena tanggul Sungai Cigede mengalami jebol (25/11), tidak ada pengangkutan sampah yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bandung, padahal warga sudah bergotong royong mengumpulkan sampah-sampah yang terbawa oleh air sungai ke permukiman.” jelas Uwa Cecep dari Baraya Bandung.
Pembagian peran OPD sebenarnya sudah diatur melalui Perbup No. 81 tahun 2017, tentang pembagian Kewenangan, Tugas dan Fungsi Perangkat Daerah Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Bandung.
“Kami juga sangat menyayangkan ketidaksiapan BPBD dalam melakukan manajemen bencana walaupun diberikan kewenangan dalam masa tanggap darurat. Sebagaimana pasal 69 Perda Kab. Bandung No. 2 tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana di Kabupaten Bandung bahwa BPBD diberikan kemudahan akses dalam dalam berbagai bidang termasuk komando untuk memerintahkan instansi/lembaga. Tetapi untuk pemenuhan air bersih seperti di wilayah RW 21 Baleendah, warga kesulitan karena tidak adanya toren, begitu juga yang dirasakan oleh warga di RW 9 desa Bojong Soang dan berbagi daerah wilayah banjir lainnya” terang Wa Cecep.
“Sementara itu di daerah Kampung Muara RW 002 Desa Panyadap, Kecamatan Solokan Jeruk terdapat 250 jiwa warga terdampak banjir bandang yang disebabkan jebolnya tanggul sungai Cisunggalah, masih kesulitan memperoleh makanan dikarenakan bahan makanan dan alat masak milik warga terbawa hanyut saat banjir bandang.” Tambah Ari
Jika Satpol PP berani melakukan penertiban kepada pedagang kaki lima pada saat terjadi pelanggaran Perda, lalu bagaimana dengan OPD yang tidak menjalankan Perda?
“Pembuatan Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana (RPKB) baru selesai dilakukan pada 12 November 2024, di akhir-akhir tahun anggaran, sedangkan untuk rencana kontijensi BPBD Kabupaten Bandung belum memiliki dokumen yang terkini, padahal Kabupaten Bandung merupakan kawasan rawan bencana yang setiap tahun mengalami bencana hidrometeorologi. ” terang Ajun dari PSDK.
Kami juga turut menyayangkan karena DPRD Kab. Bandung lemah dalam melakukan pengawasan terhadap implementasi tanggap darurat. Pada saat anggaran sudah dikeluarkan dari Belanja Tidak Terduga (BTT), DPRD tidak melakukan monitoring dan evalusi atas penggunaan anggaran tersebut.
Para perangkat daerah seharusnya turut terlibat dalam tanggap darurat sehingga pelayanan bagi masyarakat dapat dilakukan secara optimal, bukan hanya turun pada saat pemimpin daerah seperti bupati atau PJ Gubernur sedang melakukan kunjungan lapangan.
Kami menduga bahwa bencana hidrometeorologi yang terjadi bukan hanya karena akibat curah hujan yang tinggi tetapi karena banyaknya lahan kritis dan masifnya alih fungsi lahan. Hal ini bukan dasar, riset tahun 2020 dari Safarina, dkk gabungan peneliti dari Teknik Sipil dan Teknik Geodesi Geomatika ITB serta Teknik Sipil Unjani mengatakan bahwa luapan Sungai Citarum pada cekungan Bandung disebabkan karena alih fungsi lahan pada area hulu Sungai Citarum (read: Cekungan Bandung).
“Bahwa pada saat tanggul Sungai Cisunggalah jebol, banjir tidak hanya air tetapi bersamaan dengan lumpur dan Catang (Akar Pohon Bambu) (21/11). Hal ini menunjukan kondisi lahan kritis di hulu yang semakin parah.” terang Jajang Selaku perwakilan Forum Kehutanan Swadaya Masyarakat dalam konsolidasi yang dilakukan oleh PSDK.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ari dari Jaga Balai “Di daerah Kampung Malang, Desa Drawati, Kecamatan Paseh, tidak jauh dari titik longsor terdapat sekitar 40 rumah yang berada didaerah yang sebelumnya menjadi tempat resapan air, pembangunan ini mungkin tidak sesuai dengan rencana pola ruang”.
Kondisi alih fungsi lahan juga terjadi di daerah Arjasari dan Baleendah. “Banyak perumahan-perumahan baru di wilayah arjasari yang membuat aliran air menjadi lebih deras dari hulu” terang Jajang dari Leuweung Sunda. “Di Baleendah, banyak gunung-gunung ditambang, beberapa sudah berganti menjadi komplek-komplek perumahan” sambung Yogi dari PSDK.
“Dari kajian terhadap dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 2023-2043 yang dilakukan oleh PSDK, setidaknya terdapat sekitar 8.743 hektar perubahan fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi perumahan yang akan membuat kondisi banjir dan longsor semakin parah.”kata Gunawan selaku ketua PSDK.
Musim penghujan belum berada pada titik puncak, tetapi berbagai bencana sudah dirasakan masyarakat Kab. Bandung, maka kesiapsiagaan baik dari pemerintah maupun masyarakat harus dipersiapkan. “Krisis Iklim adalah yang nyata dan kita rasakan hari ini, adaptasi perubahan iklim bagimasyarakat juga harus terus dilatih agar dapat meminimalisir dampak dari berbagai bencana yang terjadi” jelas Alvianto dari SHEEP Indonesia.
“Kerusakan wilayah yang seharusnya menjadi tangkapan air, yang tidak disertai dengan pemulihan ekosistem akan kian menghambat ketahanan dan adaptasi dampak perubahan iklim.” Tambah Hannah, dari WALHI Jawa Barat.
Beberapa daerah memang sudah tidak mengalami banjir seperti yang terjadi di wilayah Andir dan Cibadak, karena adanya rumah pompa yang menyedot air di pemukiman dan mengalirkannya ke Sungai Citarum, tetapi banjir berpindah ke daerah lain. Entah karena memang programnya adalah pengendali banjir, sehingga banjir dipindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain sehingga tidak menyasar akar permasalahan.
Dari kondisi yang telah kami paparkan di atas, maka kami Koalisi Ngurus Bandung (NGURBAN) yang terdiri dari berbagai komunitas dan organisasi masyarakat sipil: PSDK, Baraya Bandung, Jaga Balai, Prima Citeureup, Tanginas Baleendah, PKSM, Tapak Tiara, WALHI Jawa Barat, Yayasan SHEEP Indonesia, Sawa Jabar, Siaga Warga Rancaekek, Leuweung Sunda
MENDESAK PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG untuk:
- Melakukan upaya-upaya tanggap darurat bencana SECARA SERIUS dan mengoptimalkan pelibatan OPD sesuai dengan PERBUP No. 81 tahun 2017;
- Meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi berbagai potensi bencana yang akan terjadi pada saat musim penghujan;
- Memperbaiki segera Kajian Risiko Bencana, Rencana Kontinjensi, dan Rencana Operasi penanggulangan Bencana di Kabupaten Bandung dengan melibatkan komunitas secara aktif;
- Mendorong Pemerintahan Desa untuk secara aktif dalam upaya mitigasi, kesiapsiagaan bencana, dan penanggulangan krisis iklim serta MENGINTEGRASIKAN dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA;
- MENGHAPUS SEGALA BENTUK PENGABAIAN TERHADAP PARA PENYINTAS BENCANA.
#BandungSalahUrus
#Menolak Tenggelam
#BandungDadasBencana
#BandungG4g4lSi4g4
#BencanaDipiara
Narahubung
+62 822-1114-1270 (Uwa Cecep)